Konversi Energi Qur'an Menjadi Cahaya

Energi listrik tidak akan dapat memancarkan cahaya jika tidak ada konverter. Lampu adalah konverter yang berfungsi untuk mengonversi e...

Energi listrik tidak akan dapat memancarkan cahaya jika tidak ada konverter. Lampu adalah konverter yang berfungsi untuk mengonversi energi listrik menjadi cahaya. Melalui lampu cahaya itu terpancarkan dan menerangi kegelapan.

Sama halnya dengan energi listrik, Al Qur'an yang bermuatan energi (Ruh) tidak akan pernah bisa menjadi cahaya yang menerangi kehidupan manusia tanpa adanya konverter. Lalu siapakah yang menjadi konverter yang akan mengonversi Al Qur'an menjadi cahaya?

Allah jelaskan dalam ayat berikut:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّبِىُّ إِنَّآ أَرۡسَلۡنَـٰكَ شَـٰهِدً۬ا وَمُبَشِّرً۬ا وَنَذِيرً۬ا (٤٥) وَدَاعِيًا إِلَى ٱللَّهِ بِإِذۡنِهِۦ وَسِرَاجً۬ا مُّنِيرً۬ا (٤٦)

Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengandalkanmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan. Dan sebagai penyeru ke pihak Allah dengan izin-Nya dan menjadi lampu yang memancarkan cahaya. (Al Ahzab : 45-46)

Para Nabi diandalkan Allah untuk mengemban risalah-Nya (menjalankan peran Rosul/tampil berkiprah sebagai Rosul) dengan salah satu tugas siap “berpanas-panas” sebagai lampu yang memancarkan cahaya, yakni pengkonversi Kitabullah menjadi cahaya petunjuk yang menerangi jalan hidup bersama para pengikutnya (mengeluarkan manusia dari kegelapan, berhenti meyakini sesuatu hanya berdasarkan pendengaran).

Al Quran diperuntukkan Allah untuk menerangi kehidupan manusia sepanjang zaman. Hanya saja dibutuhkan konverter supaya energi yang terdapat dalam Al Qur'an menjadi cahaya yang menerangi. Maka Allah jadikan (yang ditetapkan dalam sistem Robbani) sebagai “lampu” yang memancarkan cahaya-Nya itu (“Syirojan Muniero”) hanyalah seorang Rosul. Dalam arti bahwa pada penuturan, pengajaran, dan perilaku kehidupan Rosul itulah terpancarkannya cahaya Al Quran. Dalam arti kata, semua yang diterangkan, diajarkan, dan dilakukan oleh seorang Rosul, manusia bisa melihat bukti-buktinya secara nyata bahwa itulah yang diajarkan Allah melalui Al Kitab dan Al Hikmah.

Ketika Rosul wafat, cahaya itupun tentunya tidak akan terpancarkan lagi. Cahaya Al Quran itu terpancarkan dengan “Energi Ruhuhiyah” yang Suci dan Credible (“Ruhul Qudus”, “Ruhul Amien”), maka tidak bisa digantikan oleh sembarang manusia. Ibarat sebuah lampu listrik (bohlam) yang sudah mati, tidak bisa diganti dengan sebuah botol saja ataupun benda lainnya.

Ataukah akan dianggap bahwa “lampu” tersebut tidak diperlukan lagi? Maka kalau begitu, cahaya itupun tidak akan ada lagi sehingga semua petunjuk Allah itu hanya diperoleh dengan mendengar keterangan dari mulut ke mulut, dari buku ke buku, wacana dan retorika. Tanpa bisa menunjukan bukti-bukti bahwa itu dari Allah, melalui ayat-ayat-Nya.

Inilah fenomena yang ada selama ini. Dan ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi cahaya terang itu. Islam hanya bisa diketahui orang berdasarkan apa yang didengar dari apa yang dikatakan orang. Ketika seseorang hanya bisa mengetahui segala sesuatu dari apa yang didengar dari orang ke orang, tanpa bisa “melihat” bukti-buktinya berupa ayat-ayat Allah, itu artinya orang tersebut berada dalam kegelapan.